Search This Blog

Wednesday, December 28, 2011

[KOMPAS.COM] Matinya Narasi

Oleh Acep Iwan Saidi

Akhir tahun adalah sebuah ”jeda”, titik penghubung ke awal dalam suatu siklus. Di dalam siklus, titik pertemuan dari akhir ke awal sebenarnya berada di lapis luar, sesuatu yang dirumuskan manusia berdasarkan fenomena yang terjangkau nalar: bahwa ada 12 bulan dalam setahun, 7 hari dalam seminggu, 24 jam dalam sehari, dan seterusnya.

Siklus ini menyebabkan kita, pada pergantiannya, seolah menghadapi yang baru sehingga galib menyebut 1 Januari tahun baru. Padahal, pada titik substansi (lapis dalam), kehidupan sebenarnya bergerak terus ke arah yang mungkin tak bisa disikluskan, tidak juga dapat dikatakan linear. Ke manakah kehidupan bergerak, ke depan atau justru ke belakang?

Nalar manusia cenderung menangkap bahwa kita sedang bergerak ke depan. Kecenderungan pemahaman ini juga sering disertai keyakinan ”mistis”: bergerak ke depan identik menyongsong kemajuan (ke depan kita maju, ke belakang kita mundur). Faktanya kita melihat kian hari peradaban manusia tak membaik. Berbagai penemuan bidang sains dan teknologi yang lahir dari kecanggihan berpikir manusia ternyata tak serta-merta membuat kehidupan lebih tenteram. Alih-alih kian damai, penemuan itu justru membuat manusia merasa terancam, panik, skizoprenik, dan irasional.

Dalam konteks lain yang lebih aktual, kita bisa mengambil proposisi ekstrem: jika kian hari manusia kian berpikir canggih, kota metropolitan macam Jakarta mestinya kian jadi kota yang tertata baik. Pun demikian kasus pengelolaan negara: pemerintahan SBY seharusnya lebih bagus dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Namun, bukankah kenyataannya tak begitu. Jakarta justru bergerak ke arah nekropolis (kota kehancuran). Kebobrokan moral pada tubuh pemerintahan sama parahnya dengan masa lalu.
Itu berarti kita sebenarnya tak bergerak ke depan dalam arti ke arah lebih maju. Kiranya juga tak melangkah ke belakang sebab kebaikan dan prestasi di belakang tak terlampaui; keburukannya tak bisa diperbaiki. Kita, hemat saya, jadi patahan-patahan mengambang. Kita ahistoris, tapi juga tak progresif. Tak mengenal masa lalu sekaligus buta terhadap masa depan. Inilah yang saya sebut matinya narasi.

Tragedi kebudayaan

Narasi, dalam arti sempit, adalah rangkaian peristiwa (Gennete, 1980). Rangkaian peristiwa meniscayakan unsur pelaku, waktu, ruang, dan realitas peristiwa. Relasi semua unsur itu membentuk durasi, yakni gerak maju masa lalu ke masa kini, dan lantas ”memersepsi” masa depan. Sebuah gerak maju adalah kesatuan yang tidak dapat dibagi (dure) dari masa lalu sehingga dengan begitu ia mengandaikan masa depan (Bergson, 2002). Dengan inilah, dalam arti luas, narasi membentuk pengetahuan (Lyotard, 1989). 

Kebudayaan atau lebih luas peradaban terbentuk dari ”praktik narasi” ini.
Akan tetapi, hal itu tidak terjadi dalam kehidupan kebudayaan kita, setidaknya dalam dua dekade terakhir. Demokrasi yang telah direbut dengan gemilang oleh gerakan reformasi ternyata tidak dimaknai dan dimanfaatkan dengan baik. Alih-alih memanfaatkan kebebasan berbicara untuk mengonstruksi pengetahuan naratif, kita justru mengambil demokrasi untuk menghancurkan pengetahuan.

Elemen-elemen narasi terlempar ke berbagai arah, tak ada relasi, apalagi kesatuan yang utuh. Kita mengambil ruang dan waktu penceritaan, tetapi tidak memiliki waktu dan ruang cerita. Artinya, kita hanya bercerita, tetapi penceritaannya tak menapak pada ruang dan waktu di mana di dalamnya kita terlibat secara nyata. Dalam perspektif semiotika, kita hanya bermain-main dengan tanda, tetapi tanda tersebut tidak mengakar pada realitas. Ia terbelokkan dan hanya berputar-putar di dunia tanda itu sendiri. Segalanya adalah tanda, adalah image.

Image adalah sebuah ”realitas metaforik”, yakni realitas baru yang diciptakan (bukan realitas sebenarnya). Untuk menciptakan realitas ini, sejarah harus diputus dan masa depan tak boleh ditetapkan. Dengan kata lain, narasi mesti dibunuh sehingga tak ada lagi pengetahuan, tak ada lagi esensi. Dalam kondisi demikian, kita dipaksa melihat dan memaknai hari ini untuk hari ini saja.

Kita dipaksa untuk selalu lupa. Tiba-tiba, misalnya, kita mendapatkan seseorang menjadi pejabat publik, anggota DPR, atau bahkan penegak hukum. Padahal, beberapa saat sebelumnya, kita menemukan orang tersebut adalah koruptor, pelaku kriminal, atau penjahat lain. Kita tidak boleh mengingat masa lalu, sekaligus tak harus peduli pada masa depan. Dalam image, dalam kematian narasi, kita dipaksa untuk terus-menerus mengelabui realitas. Itulah mengapa Umberto Eco (1979) menyebut tanda sebagai dusta, ilmu tanda (semiotika) adalah ilmu tentang dusta.

Hasil konspirasi

Realitas metaforik sedemikian tentu tidak terbentuk dengan sendirinya. Ia adalah konstruksi dari konspirasi berbagai pihak: penguasa, pengusaha, politisi, media (terutama televisi), praktisi bidang tertentu seperti desainer, sampai akademisi. Semua bersama-sama (seperti jargon pemerintahan SBY) mengoyak-ngoyak narasi, menghancurkan pengetahuan. Bagi saya, matinya narasi sedemikian adalah tragedi kebudayaan, bahkan malapetaka peradaban yang mengerikan. Matinya narasi membuat kita dalam jagat dusta.

Apakah dengan begitu kita sedang bergerak ke ruang dan waktu masa lalu peradaban, yakni zaman kegelapan? Dalam bahasa, kiranya terasa hiperbolis jika kita menjawab pertanyaan itu dengan ”ya”. Namun, secara faktual kita menemukan kenyataan tak terelakkan: matinya narasi menyebabkan irasionalitas nyaris di seluruh kehidupan. Beranalogi pada Schroeder dalam Visual Consumption (2002), belanja dan konsumsi sehari-hari kita adalah image, adalah dusta. Akan tetapi, di bawah tenung televisi, kita terlena. Bukankah dengan begitu sesungguhnya kita tengah berada dalam gelap? Semoga kita bisa menutup tahun ini dengan mata terbuka agar tahun berikutnya menjadi harapan. Selamat berakhir tahun!

Acep Iwan Saidi Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD-ITB

Kompas, 29 Desember 2011

Friday, September 16, 2011

Kompendium Katekismus Gereja Katolik-SAKRAMEN PERKAWINAN & UPACARA2 LITURGI

 
http://www.vatican.va/archive/compendium_ccc/documents/archive_compendium-ccc_id.pdf
KOMPENDIUM KATEKISMUS GEREJA KATOLIK

SAKRAMEN PERKAWINAN
337. Apa rencana Allah berkenaan dengan laki-laki dan perempuan?
Allah yang adalah cinta dan yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk cinta telah memanggil mereka untuk mencinta. Dengan menciptakan laki-laki dan perempuan, Allah memanggil mereka kepada persatuan hidup yang intim dan cinta dalam perkawinan. "Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu" (Mat 19:6). Allah bersabda dan memberkati mereka: "Beranak-cuculah dan bertambah banyak" (Kej 1:28).

338. Untuk tujuan apa Allah menetapkan Perkawinan?
Hubungan perkawinan antara laki-laki dan perempuan, yang didasarkan dan didukung dengan hukum-hukumnya sendiri oleh sang Pencipta,menurut kodratnya bertujuan untuk persatuan dan kebaikan pasangan dan menurunkan serta mendidik anak-anak. Menurut rencana ilahi asali, persatuan perkawinan ini tak dapat diceraikan, seperti Yesus Kristus menegaskan: "Apa yang telah dipersatukan Allah,tidak boleh diceraikan manusia" (Mrk 10:9).

339. Bagaimana dosa mengancam Perkawinan?
Karena dosa asal, yang menyebabkan perpecahan persekutuan laki-laki dan perempuan yang dianugerahkan Allah, kesatuan perkawinan sangat sering terancam oleh ketidakharmonisan dan ketidaksetiaan. Tetapi, Allah dalam kerahiman-Nya yang tanpa batas memberikan kepada laki-laki dan perempuan rahmat untuk membawa kesatuan hidup mereka kedalam harmoni dengan rencana ilahi asali.

340. Apa yang diajarkan Perjanjian Lama mengenai Perkawinan?
Allah membantu umat-Nya terutama melalui ajaran Hukum dan para Nabi untuk sedikit demi sedikit mendalami pemahaman kesatuan dan ketakterceraian perkawinan. Perjanjian perkawinan antara Allah dengan Israel mempersiapkan dan melambangkan awal Perjanjian Baru yang ditetapkan oleh Yesus Kristus, Putra Allah,dengan mempelai-Nya, yaitu Gereja.

341. Unsur baru apa yang diberikan Kristus kepada Perkawinan?
Kristus tidak hanya memulihkan tujuan asali perkawinan, tetapi mengangkatnya ke dalam martabat Sakramen, memberikan kepada kedua mempelai suatu rahmat khusus untuk menghayati perkawinan mereka sebagai simbol cinta Kristus untuk mempelai-Nya, Gereja: "Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat "
(Ef 5:25).

342. Apakah semua orang harus kawin?
Perkawinan bukanlah suatu keharusan bagi setiap orang,terutama karena Allah memanggil beberapa laki-laki dan perempuan untuk mengikuti Yesus dalam hidup keperawanan atau selibat demi Kerajaan Surga. Pantangan untuk mendapatkan hal-hal yang baik dari perkawinan ini dalam rangka memusatkan diri pada urusan-urusan Allah dan berusaha menyenangkan-Nya.Mereka menjadi tanda keunggulan mutlak cinta Kristus dan penantian kembalinya kemuliaan-Nya.

343. Bagaimana upacara Sakramen Perkawinan dilaksanakan?
Karena Sakramen Perkawinan menetapkan kedua mempelai dalam sebuah
status publik kehidupan dalam Gereja, pelaksanaan liturginya bersifat publik terjadi dihadapan seorang Imam (atau seorang saksi yang diberi wewenang oleh Gereja) dan para saksi lainnya.

344. Apa kesepakatan Perkawinan itu?
Kesepakatan perkawinan diberikan ketika seorang laki-laki dan seorang
perempuan mengungkapkan kehendak untuk saling memberikan diri mereka satu sama lain dengan tujuan untuk hidup bersama dalam perjanjian cinta yang setia dan subur. Karena kesepakatan menyebabkan perkawinan terjadi, kesepakatan itu mutlak perlu dan tidak tergantikan. Agar perkawinan itu sah, persetujuan ini harus jelas-jelas mengenai perkawinan yang sungguh-sungguh dan merupakan tindakan manusia yang sadar, bebas, tanpa kekerasan dan paksaan.

345. Apa yang diperlukan jika salah satu mempelai bukan Katolik?
Perkawinan campur (antara seorang Katolik dan seorang yang dibaptis bukan Katolik) membutuhkan izin otoritas gerejawi demi layaknya. Dalam kasus disparitas kultus (antara seorang Katolik dan seorang yang tidak dibaptis) memerlukan dispensasi demi sahnya. Dalam kedua kasus itu, hal yang pokok ialah kedua belah pihak mengakui dan menerima tujuan pokok dan ciri khas perkawinan. Perlu juga ditekankan bahwa pihak Katolik menerima kewajiban, yang juga sudah diketahui
oleh pihak non-Katolik, untuk tetap menghayati imannya dan membaptis serta mendidik anak-anak mereka secara Katolik.

346. Apa buah Sakramen Perkawinan?
Sakramen Perkawinan menetapkan ikatan yang kekal dan eksklusif antara
kedua mempelai. Allah memeteraikan kesepakatan perkawinan mereka. Karena itu, perkawinan yang sudah dilaksanakan dengan sah (ratum) dan sudah dilengkapi dengan persetubuhan (consumatum) antara dua orang yang sudah dibaptis tidak pernah dapat diceraikan. Terlebih lagi, Sakramen ini memberikan rahmat yang dibutuhkan bagi kedua mempelai untuk mencapai kesucian dalam kehidupan perkawinan mereka dan jika dianugerahi anak-anak, menerima tanggung jawab untuk merawat dan mendidik mereka.

347. Dosa apa yang sungguh-sungguh bertentangan dengan Sakramen Perkawinan?
Perzinaan dan poligami bertentangan dengan Sakramen Perkawinan karena
kedua hal itu betul-betul berlawanan dengan martabat kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan dengan kesatuan dan eksklusivitas cinta perkawinan. Dosa dosa lainnya termasuk penolakan secara sadar untuk kemungkinan mempunyai anak yang bertentangan dengan kesuburan cinta perkawinan dan keterbukaan akan anugerah anak serta perceraian yang bertentangan dengan sifat tak terceraikannya perkawinan.

348. Bilamana Gereja mengizinkan perpisahan fisik antara pasangan suami istri?
Gereja mengizinkan perpisahan fisik pasangan suami-istri jika karena alasan yang serius mereka tidak mungkin hidup bersama, walaupun mungkin ada harapan untuk rekonsiliasi. Tetapi selama salah satu dari pasangan itu masih hidup, yang lainnya tidak bebas untuk kawin lagi kecuali jika perkawinan itu batal dan dinyatakan demikian oleh otoritas Gereja.

349. Apa sikap Gereja terhadap mereka yang cerai dan kemudian kawin
lagi?
Gereja, karena setia kepada Tuhannya, tidak dapat mengakui perkawinan
orang-orang yang secara sipil bercerai dan kawin lagi.
"Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina" (Mrk 10:11-12).
Gereja benar-benar menunjukkan keprihatinan yang dalam terhadap orang-orang itu, dan menganjurkan mereka hidup dalam iman, doa, beramal, dan memberikan pendidikan Kristiani bagi anak-anak mereka. Tetapi, mereka tidak dapat menerima absolusi Sakramental, menerima Komuni Kudus, atau mengemban tanggung jawab gerejawi tertentu selama situasi mereka tidak berubah karena secara objektif bertentangan dengan perintah Allah.

350. Mengapa keluarga Kristen disebut Gereja domestik?
Keluarga Kristen disebut Gereja domestik karena keluarga menampilkan dan menghayati kodrat keluarga dan komunal Gereja sebagai keluarga Allah. Setiap anggota keluarga, sesuai dengan peranannya masing-masing, melaksanakan imamat baptisan dan memberikan sumbangan untuk menjadikan sebuah keluarga itu suatu komunitas rahmat dan doa, sebuah sekolah keutamaan manusiawi dan Kristiani dan merupakan tempat iman pertama kali diwartakan kepada anak-anak.

BAB EMPAT
UPACARA-UPACARA LITURGI LAINNYA

SAKRAMENTALI
351. Apa itu Sakramentali?
Sakamentali adalah tanda-tanda suci yang ditetapkan oleh Gereja untuk
menguduskan macam-macam situasi kehidupan. Disini, termasuk doa yang diiringi dengan tanda salib dan tanda-tanda lainnya. Diantara Sakramentali yang penting ialah: pemberkatan-pemberkatan yang merupakan pujian kepada Allah dan doa untuk memperoleh karunia-Nya, pemberkatan seseorang dan barang-barang bagi ibadah kepada Allah.

352. Apa itu pengusiran setan?
Bilamana Gereja meminta dengan otoritasnya dalam nama Yesus bahwa seseorang atau objek tertentu dilindungi terhadap kuasa si Jahat dan membebaskannya dari cengkeraman si Jahat, maka hal itu disebut dengan pengusiran setan (exorcisme).Dalam bentuk biasa, hal ini dilaksanakan dalam ritus Sakramen Pembaptisan.
Exorcisme Meriah dapat dilaksanakan hanya oleh seorang Imam yang diberi wewenang oleh Uskup.

353. Bentuk-bentuk kesalehan populer apa yang mengiringi hidup Sakramental Gereja?
Cita rasa religius umat Kristen selalu terungkap dalam bermacam-macam bentuk kesalehan yang mengiringi hidup Sakramental Gereja, misalnya penghormatan terhadap relikwi, kunjungan terhadap tampat-tempat suci, ziarah, prosesi, jalan salib, dan rosario. Gereja dengan terang iman mendukung bentuk-bentuk autentik kesalehan populer ini.

PEMAKAMAN KRISTEN
354. Apa hubungan antara Sakramen-Sakramen dan kematian seorang Kristen?
Seorang Kristen yang meninggal dalam Kristus, pada akhir eksistensinya
didunia ini, mencapai kepenuhan kehidupan baru yang sudah dimulai dalam Sakramen Pembaptisan, diperkuat dalam Sakramen Penguatan, dan diberi makan dalam Ekaristi, sebagai antisipasi dari perjamuan surgawi. Makna kematian seorang Kristen menjadi jelas dalam terang wafat dan kebangkitan Kristus, satu-satunya harapan kita.
Orang Kristen yang meninggal dalam Kristus Yesus pergi "beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan" (2Kor 5:8).

355. Apa yang diungkapkan oleh ritus pemakaman?
Walaupun dilaksanakan dalam bermacam-macam ritus yang berbeda sesuai
dengan situasi dan tradisi macam-macam daerah, pemakaman mengungkapkan
ciri khas pascakematian Kristen dalam pengharapan akan kebangkitan. Pemakaman juga menampilkan arti persekutuan dengan orang-orang yang sudah meninggal secara khusus melalui doa untuk pemurnian jiwa-jiwa mereka.

356. Apa momen-momen utama dalam pemakaman?
Biasanya, ritus pemakaman terdiri dari empat bagian utama: penyambutan
jenazah oleh jemaat dengan kata-kata penghiburan dan pengharapan, liturgi Sabda, Ekaristi, dan perpisahan yang antara lain berisi penyerahan jiwa orang yang meninggal ke dalam tangan Allah, Sumber kehidupan kekal, sementara jenazah dimakamkan dengan harapan akan kebangkitan.

Thursday, September 15, 2011

Kompendium Katekismus Gereja Katolik - SAKRAMEN IMAMAT/ PENAHBISAN (321-336)

 
http://www.vatican.va/archive/compendium_ccc/documents/archive_compendium-ccc_id.pdf
KOMPENDIUM KATEKISMUS GEREJA KATOLIK

BAB TIGA
SAKRAMEN UNTUK PELAYANAN PERSEKUTUAN DAN PERUTUSAN

321. Sakramen untuk pelayanan persekutuan dan perutusan?
Dua Sakramen, Penahbisan dan Perkawinan, memberikan rahmat khusus
untuk perutusan tertentu dalam Gereja untuk melayani dan membangun Umat Allah. Sakramen-Sakramen ini memberikan sumbangan dengan cara yang khusus pada persekutuan gerejawi dan penyelamatan orang-orang lain.

SAKRAMEN PENAHBISAN
322. Apa itu Sakramen Penahbisan?
Sakramen yang melaluinya perutusan yang dipercayakan Kristus pada para Rasul-Nya terus dilaksanakan dalam Gereja sampai akhir zaman.

323. Mengapa Sakramen ini disebut dengan Penahbisan?
Tahbisan (ordo) menunjukkan tingkatan gerejawi yang dimasuki oleh seseorang melalui upacara pengudusan khusus (ordinasi).Melalui rahmat khusus Roh Kudus, Sakramen ini membuat orang yang ditahbiskan mampu melaksanakan kuasa suci atas nama dan dengan wewenang Kristus untuk pelayanan Umat Allah.

324. Di mana tempat Sakramen Penahbisan dalam rencana penyelamatan ilahi?
Sakramen ini sudah dipralambangkan dalam Perjanjian Lama dalam pelayanan para Levi, dalam imamat Harun, dan dalam penetapan tujuh puluh "Penatua" (Bil 11:25).Pralambang awal ini mencapai pemenuhannya dalam diri Yesus Kristus yang melalui kurban salibNya merupakan "satu pengantara antara Allah dan manusia"(1Tim 2:5), "Imam Besar menurut peraturan Melkisedek" (Ibr 5:10). Imamat Kristus yang tunggal dihadirkan melalui imamat jabatan.

"Hanya Kristuslah Imam yang sejati,
yang lainnya hanyalah pembantu-pembantu-Nya"
(Santo Thomas Aquinas)

325. Apa tingkatan-tingkatan dalam Sakramen Penahbisan?
Sakramen Penahbisan terdiri dari tiga tingkatan yang tak tergantikan dalam struktur organik Gereja, yaitu: Episkopat, Presbiterat, dan Diakonat.

326. Apa buah Penahbisan Episkopat?
Penahbisan episkopat memberikan kepenuhan Sakramen Penahbisan.
Penahbisan ini menyebabkan seorang Uskup menjadi penerus sah para Rasul dan mengintegrasikannya ke dalam kolegium para Uskup untuk bersama-sama dengan Paus melayani seluruh Gereja. Penahbisan ini memberikan wewenang mengajar, menguduskan, dan memerintah.

327. Apa wewenang yang diserahkan kepada seorang Uskup dalam Gereja
partikular?
Uskup yang diserahi tanggung jawab untuk mengurus Gereja partikular merupakan kepala yang kelihatan dan dasar kesatuan bagi Gereja partikular tersebut. Demi Gereja dan sebagai wakil Kristus, seorang Uskup menjalankan wewenangnya sebagai gembala dibantu para Imam dan Diakon.

328. Apa buah Penahbisan Presbiterat?
Pengurapan Roh memeteraikan Imam dengan suatu meterai rohani yang
tak dapat dihapuskan dan yang menjadikan dia serupa dengan Kristus sang Imam Agung, dan membuatnya mampu bertindak atas nama Kristus sang Kepala. Sebagai rekan kerja Uskup, dia ditahbiskan untuk mewartakan Injil, melaksanakan upacara liturgi, terutama Sakramen Ekaristi, dari sinilah dia mendapatkan kekuatan dalam pelayanannya, dan menjadi gembala umat beriman.

329. Bagaimana Imam melaksanakan pelayanan ini?
Seorang Imam, walaupun ditahbiskan untuk perutusan universal, melaksanakan pelayanannya dalam Gereja partikular. Pelayanan ini dilakukan dalam persaudaraan sakramental dengan yang lainnya yang bersama-sama membentuk "Presbiterat". Dalam kesatuan dengan Uskup dan tergantung darinya, mereka bertanggung jawab atas Gereja partikular.

330. Apa buah Penahbisan Diakonat?
Diakon yang dipersatukan dengan Kristus sang pelayan untuk semua,
ditahbiskan untuk pelayanan Gereja. Dia melaksanakan pelayanannya dibawah wewenang Uskupnya dengan pelayanan Sabda, upacara liturgi, reksa pastoral, dan karya karitatif.

331. Bagaimana pelaksanaan upacara Sakramen Penahbisan?
Sakramen Penahbisan dilaksanakan, dalam setiap tingkatannya, dengan cara penumpangan tangan ke atas kepala yang ditahbiskan oleh Uskup yang mengucapkan doa agung Penahbisan. Dengan doa ini, Uskup memohon kepada Allah, bagi yang ditahbiskan,pencurahan Roh Kudus dan anugerah Roh sesuai dengan pelayanan yang dimaksud oleh Penahbisan tersebut.

332. Siapa yang dapat melayani Sakramen ini?
Hanya para Uskup yang ditahbiskan dengan sah sebagai pengganti para Rasul yang dapat melaksanakan Sakramen Penahbisan ini.

333. Siapa yang dapat menerima Sakramen ini?
Sakramen ini hanya dapat diterima secara sah oleh orang yang sudah dibaptis.
Gereja mengakui dirinya terikat pada pilihan yang sudah dibuat oleh Tuhan. Tak seorang pun dapat menuntut untuk menerima Sakramen Penahbisan ini, tetapi harus melalui penilaian kelayakan untuk pelayanan ini oleh otoritas Gereja.

334. Apakah perlu menjalani hidup selibat untuk menerima Sakramen
Penahbisan?
Untuk episkopat, mutlak perlu. Untuk presbiterat dalam Gereja Latin, yang dipilih adalah orang yang Katolik dan mempraktekkan selibat: orang-orang yang bermaksud melanjutkan penghayatan hidup selibat "karena Kerajaan Surga" (Mat 19:12). Dalam Gereja-Gereja Timur, perkawinan tidak boleh dilaksanakan setelah seseorang ditahbiskan. Orang yang sudah kawin dapat ditahbiskan menjadi Diakon permanen.

335. Apa buah Sakramen Penahbisan?
Sakramen ini memberikan pencurahan khusus Roh Kudus yang menjadikan
orang yang menerimanya serupa dengan Kristus dalam tiga jabatan-Nya sebagai Imam, Nabi, dan Raja sesuai dengan tingkatan Sakramen yang diterimanya.
Penahbisan memberikan meterai spiritual yang tidak dapat dihapuskan, dan karena itu tidak dapat diulangi atau diberikan untuk sementara waktu.

336. Dengan wewenang apakah pelayanan imamat itu dilaksanakan?
Dalam menjalankan tugas pelayanan sucinya, para Imam yang ditahbiskan
berbicara dan bertindak bukan atas wewenang mereka sendiri, bukan pula karena mandat atau delegasi komunitas tertentu, tetapi atas nama Pribadi Kristus Sang Kepala dan atas nama Gereja. Karena itu, imamat jabatan ini berbeda secara esensial dan tidak hanya dalam tingkatan dengan imamat umum seluruh umat beriman.
Untuk pelayanan umat beriman, Kristus menetapkan Sakramen ini.

SEBUAH JENDELA BAGI KEHIDUPAN ROHANI KITA (Kumpulan Tulisan Fr.Henri Nouwen)

 
THE WORDS of Fr.HENRI NOUWEN
Meditations on Spirituality

KUMPULAN TULISAN dari Pater Henri Nouwen
Seorang imam Katolik, pendidik, tokoh spiritual dan penulis buku
----------------------------------------------------------
terjemahan bebas ......

SEBUAH JENDELA BAGI KEHIDUPAN ROHANI KITA
Meskipun kehidupan emosional dan kehidupan rohani kita sangatlah berbeda, namun mereka sangat mempengaruhi satu sama lain.
Perasaan kita sering memberikan sebuah jendela/gambaran bagi perjalanan rohani kita.
Ketika kita tidak dapat melepaskan rasa iri hati, kita mungkin bertanya-tanya apakah kita masih berhubungan dengan Roh dalam diri kita yang berseru "Abba."
Sebaliknya ketika kita merasa sangat damai dan "fokus" kita menjadi tau bahwa ini adalah sebuah tanda kesadaran yang mendalam dari 'yang terkasih' kita.

Demikian juga kehidupan doa kita, hidup sebagai jawaban untuk setia kepada kehadiran Roh dalam diri kita, dapat membuka jendela bagi emosi, perasaan, dan hasrat kita dan dapat memberi kita beberapa petunjuk tentang bagaimana untuk menempatkan emosi, perasaan dan hasrat tersebut bagi pelayanan dari perjalanan panjang kita menuju hati Allah.

A WINDOW ON OUR SPIRITUAL LIVES
Even though our emotional and spiritual lives are distinct, they do influence one another profoundly.
Our feelings often give us a window on our spiritual journeys.
When we cannot let go of jealousy, we may wonder if we are in touch with the Spirit in us that cries out "Abba."
When we feel very peaceful and "centered," we may come to realise that this is a sign of our deep awareness of our belovedness.

Likewise our prayer lives, lived as faithful response to the presence of the Spirit within us, may open a window on our emotions, feelings, and passions and give us some indication of how to put them into the service of our long journey into the heart of God.
----------------------------------------------------------
"the quiet repetition of a single word can help us to descend with the mind into the heart.... this way of simple prayer... opens us to God's active presence."

PERINGATAN 120 TAHUN RERUM NOVARUM


http://kas.or.id/?menu=3&submenu=16&id=345&action=Read

PERINGATAN 120 TAHUN RERUM NOVARUM
PADA 15 Mei 1891, -seratus dua puluh tahun lalu- , Paus Leo XIII mengeluarkan ensiklik (surat edaran kepada semua uskup di seluruh dunia untuk diteruskan ke umat) berjudul "Rerum Novarum" (Hal-hal Baru). Mengapa disebut "Hal-hal Baru?" Dalam RN ini Paus Leo XIII membahas Ajaran Sosial Gereja (ASG) seraya menunjukkan asas-asas atau pun pedoman-pedoman tentang tatasosial Katolik (baca: Ensiklopedi Populer Tentang Gereja, 1975). Pada waktu itu keadaan dunia sangat dicekam kemiskinan yang terutama diderita oleh buruh upahan yang hidup bagaikan budak bagi sebagian (kecil) orang-orang kaya. Secara positif RN menegaskan "tenaga kerja manusia jangan diperlakukan sebagai barang dagangan belaka, tetapi sebagai perwujudan langsung martabat insani. Maka orang-orang kaya haruslah adil. Karena itu kewajiban seluruh Negara, pemerintah, dan masyarakat, untuk memajukan perkembangan sosial ekonomi.

Sejak saat itu tema upah yang adil, perlawanan terhadap penghisapan atas orang pribumi oleh penjajah, dsb mulai dibahas secara terbuka. Sejak saat itu pula teologi moral yang berkembang ialah mencari jawaban atas perubahan struktur sosial dgn mengembangkan ajaran ttg. hidup kemasyarakatan modern. ASG memang tidak banyak menggunakan argumen biblis-teologis, karena memandang masalah sosial dan pemecahan konkritnya sebagai persoalan manusiawi yang umum. Maka dikembangkanlah suatu analisis sosio-filosofis tentang proses-proses kemayarakatan untuk menghasilkan prinip-prinsip sosial yang berlaku umum dalam konteks mencapai cita-cita membangun kehidupan masyarakat yang adil. Tegasnya, argumentasi ASG bersifat filosofis, tetapi inspirasi untuk mencari pemecahan dan kekuatan untuk melaksanakan keadilan sosial ditimba dari iman kristiani.

Latar belakang dan masalah yang dibahas 120 tahun yang lalu, sampai saat ini ternyata masih mirip dan relevan dengan kondisi kita di Indonesia saat ini. Karena itu, RN dirujuk sebagai bahan perenungan dan refleksi Gereja Katolik Keuskupan Agung Semarang dalam rangka turut membangun dan mengembangkan pelayanan dibidang sosial politik kemasyarakatan. Apalagi, pada saat ini Keuskupan Agung Semarang sedang sangat gencar menyebarluaskan Arah Dasar (Ardas) lima tahun ke depan, yang antara lain menegaskan di alinea 3: "Langkah pastoral yang ditempuh adalah pengembangan umat Allah, terutama kaum awam, secara berkesinambungan dalam perwujudan iman di tengah masyarakat; pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel; serta pelestarian keutuhan ciptaan. Langkah tersebut didukung oleh tata penggembalaan yang sinergis, mencerdaskan dan memberdayakan umat beriman serta memberikan peran pada berbagai kharisma yang hidup dalam diri pribadi maupun
kelompok."

Sangatlah tepat peringatan 120 tahun RN ini dikaitkan langsung dengan bulan ASG (puncaknya pada Agustus ketika bangsa dan Negara kita memperingati Hari Proklamasi).

Tujuan kegiatan Peringatan 120 tahun Rerum Novarum Keuskupan Agung Semarang dan bulan ASG 2011 Keuskupan Agung Semarang mencakup :

1. Sosialisasi dan internalisasi Ajaran Sosial Gereja di kalangan Umat Katolik Keuskupan Agung Semarang dalam kerangka aktualisasi ARDAS KAS 2010-214, dan

2. Membantu memecahkan permasalahan social politik kemasyarakatan sesuai dengan Ajaran Sosial Gereja dengan mendorong dan meneguhkan pengembangan umat Allah, terutama karya kaum awam, di tengah masyarakat guna pemberdayaan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel serta pelestarian keutuhan ciptaan dengan dasar Ajaran Sosial Gereja.

Tema peringatan kali ini "Mencintai Bangsa Dalam Semangat ASG".

Peringatan 120 tahun Rerum Novarum Keuskupan Agung Semarang dan bulan ASG 2011 Keuskupan Agung Semarang dilakukan dalam sejumlah rangkaian kegiatan meliputi :

1. Diterbitkannya Surat Gembala Uskup Agung Semarang perihal Peringatan 120 Tahun Rerum Novarum

Uskup Agung Semarang Mgr. J Pujasumarta, Pr akan menerbitkan/ mengeluarkan Surat Gembala berkaitan dengan 120 tahun Rerum Novarum pada tanggal 15 Mei 2011. Surat gembala ini akan berisikan penegasan keadilan untuk peradaban publik, keadilan sosial dan hal yang baru abad 21.

Materi Surat Gembala mencakup, seruan guna mengingatkan lagi dalam konteks sekarang bagaimana tugas negara memikirkan kesejahteraan masyarakat. Termasuk perlu seruan untuk :

- Umat katolik untuk meningkatkan solidaritas bersama.

- Pemerintah daerah, supaya menganggap buruh sebagai warga negara mempunyai andil besar dalam pembangunan; penetapan upah minimum Kabuputen/Kota agar sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak masing-masing daerah; orang miskin harus dilihat sebagai subjek yang mempunyai potensi meningkatkan kesejahteraan pribadi dan masyarakat serta pembantu rumah tangga disamakan hak dan kewajiban sebagai buruh.

- Pemerintah pusat, agar supaya mengeluarkan kebijakan yang sungguh berpihak kepada orang yang menderita (KLMTD) dan segera merealisasikan langkah-langkah pembangunan sosial dan kesejahteraan yang dicanangkan melalui Millennium Development Goals (MDG's) sebelum 2015. Terdapat 8 buah sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG's), yakni (1) Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim, (2) Pemerataan pendidikan dasar, (3) Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan, (4) Mengurangi tingkat kematian anak, (5) Meningkatkan kesehatan ibu, (6) Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya, (7) Menjamin daya dukung lingkungan hidup dan (8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

2. "Doa Rosario Bagi Bangsa dan Negara"

Akan dilaksanakan di bulan Agustus 2011 dengan empat peristiwa. Renungan tiap peristiwa akan dihubungkan dengan masalah-masalah aktual sosial ekonomi kemasyarakat yang berkembang di masyarakat Indonesia.

Untuk itu sudah disiapkan pengantar doa rosario yang disosialisasikan dan didaraskan pada bulan Juli sampai dengan Agustus pada waktu perayaan hari kemerdekaan RI.

3. Seminar ASG di empat kevikepan dengan tema-tema yang berbeda di tiap kevikepan.

Seminar dengan tema tematis ASG di empat kevikepan dengan tujuan sosialisasi sekaligus penyadaran serta menemukan nilai-nilai ASG dalam bahasan tema kehidupan kemasyarakatan yang diseminarkan yang meliputi :
a. Kevikepan Semarang pada 22 Mei 2011 pukul 10 pagi dengan tema "Menemukan Nilai-Nilai ASG dalam Relasi Modal dan Buruh". Pembicara DR. JC. Tukiman Taruna dan Rm. Vincentius Sugondo, SJ. bertempat di Gedung Kantor Pelayanan PAstoral Keuskupan Agung Semarang, Jl Imam Bonjol 172 Semarang.    
b. Kevikepan Kedu 19 Juni 2011 jam 10 pagi dengan tema "Implementasi Nilai-Nilai ASG dalam Usaha Peningkatan Kesejahteraan Orang Miskin". Pembicara Rm. AG. Luhur Prihadi. Pr. dan Prof. FX Sugiyanto. Bertempat di Gereja Santo Ignatius Magelang, Jl. Yos Sudarso No. 6 Magelang

c. Kevikepan Surakarta 24 Juni 2011 jam 10 pagi dengan tema "Implementasi Nilai-Nilai ASG dalam Ranah Kebijakan Publik". Pembicara FX. Hadi Rudiyatmo dan Drs. Andreas Pandiangan, M. Si. Bertempat di Gereja Santa Maria Regina Purbowardayan Jend. A. Yani No. 10 Surakarta

d. Kevikepan DIY tanggal 14 Agustus 2011 jam 10 pagi dengan tema "Implementasi Nilai-Nilai ASG Guna Membangun Solidaritas" pembicara Rm. Isidorus Warnabinarja, SJ dan dari Lingkar Muda DIY.Bertempat di Gedung Widya Mandala Yogyakarta Jln. Abubakar Ali Yogyakarta

Ditutup dengan pemaparan Surat Gembala Perayaan Hari Kemerdekaan RI dari Keuskupan Agung Semarang oleh Mgr J Pujasumarta, Pr.

Peserta seminar adalah Perwakilan dari paroki (Dewan Paroki dan PK3 Paroki), Ormas Katolik, Anggota DPRD Katolik, Pelajar / Mahasiswa Katolik, dan umum.

sumber: PK4ASOleh : blk

Saturday, August 13, 2011

8 Filsafat Kehidupan

8 Filsafat Kehidupan ...
dari Chinese book of Wisdom

Hujan deras adalah tantangan. Jangan minta agar hujan dikecilkan, tapi mintalah payung yg lebih besar

Waktu banjir, ikan makan semut & waktu banjir surut, semut yang makan ikan (semua orang ada giliran/waktunya; Jangan sombong.)

Hidup bukanlah peduli dipermulaan saja, tapi seberapa besar kepedulian kita sampai akhir ... 

Orang sering "melempar batu" dijalan kita. Tergantung kita mau membuat batu itu jadi "Tembok atau Jembatan" 

Setiap masalah punya (n+1) sejumlah solusi, dimana nadalah banyaknya solusi2 yg telah anda coba, dan 1 adalah yg belom andacoba. Coba terus sampai BISA ya..!

Tidaklah penting utk punya semua 'kartu bagus' dlm'games' kehidupan, yg penting adalah seberapa bagus anda memainkannya... 

Seringkali saat kita putus asa dan mengira ini adalah akhir,,, Tenanglah dulu,,, itu baru belokan, bukan jalan buntu.

Milikilah iman yg teguh & kuat. Jadilah giat utk mendapatkan apa yg anda cita2kan dan jadilah seperti anak-anak utk menikmati yg telah anda dapatkan.

Enjoy your life...!
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Friday, July 08, 2011

Dialog Sokrates: kebenaran, kebaikan, dan kegunaan

Suatu hari di jaman Yunani kuno, datang kepada Socrates (seorang filsuf besar di jaman itu) dan berkata:

"Tahukah Anda apa yang saya dengar tentang teman Anda?"

"Tunggu beberapa menit," jawab Socrates,

"Sebelum Anda menceritakan apa pun pada saya, saya akan memberikan suatu test sederhana. Ini disebut Triple Filter Test."

"Triple Filter Test?""Benar," kata Socrates."

Sebelum kita bicara tentang teman saya, saya kira bagus kalau kita mengambil waktu beberapa saat dan menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah sebabnya saya menyebutnya triple filter test".

"Filter pertama adalah KEBENARAN. Apakah Anda yakin sepenuhnya bahwa yang akan Anda katakan pada saya benar?"

"Tidak", jawab orang itu, "Sebenarnya saya hanya mendengar tentang itu."

"Baik," kata Socrates. "Jadi Anda tidak yakin bila itu benar. Baiklah sekarang saya berikan filter yang kedua, filter KEBAIKAN.

Apakah yang akan Anda katakan tentang teman saya itu sesuatu yang baik?"

"Tidak, malah sebaliknya...."

"Jadi," Socrates melanjutkan, "Anda akan berbicara tentang sesuatu yang buruk tentang dia, tetapi Anda tidak yakin apakah itu benar.

Anda masih memiliki satu kesempatan lagi karena masih ada satu filter lagi, yaitu filter KEGUNAAN.

Apakah yang akan Anda katakan pada saya tentang teman saya itu berguna bagi saya?"

"Tidak, sama sekali tidak."

"Jadi", Socrates menyimpulkannya, "bila Anda ingin mengatakan sesuatu yang belum tentu benar, sesuatu yang buruk, dan bahkan tidak berguna, mengapa Anda harus mengatakannya kepada saya?"

Itulah mengapa Socrates diakui sebagai filsuf besar dan sangat dihormati.

Sumber: Diambil dari milis Budaya Nilai KWI (diposkan oleh Sdri. Inri)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tuesday, January 18, 2011

ISLAM DI PAPUA

Oleh Dasman Djamaluddin

Ketika saya menjadi Sekretaris I HMI Cabang Jayapura (1977-1978) dan Ketua Umum LHMI-HMI Cabang Jayapura (1978-1979 dan 1979-1980) banyak memang pengalaman menarik di Bumi Cenderawasih itu, terutama dalam hal kerukunan beragama. Pada waktu itu saling menghormati sangat terasa meski Islam adalah minoritas.Di Papua kebanyakan warga Muslim berasal dari para pendatang, Makasar dan daerah-daerah sekitarnya di samping banyak pula warga asli yang memeluknya.

Menurut sumber yang saya terima dari Majelis Muslim Papua (MMP), sekarang ini penduduk pribumi (masyarakat asli) Papua yang memeluk Islam tersebar di kantong-kantong pemukiman "tradisional" sekitar kawasan Pesisir di bagian barat ke selatan (Raja Ampat, Teluk Bintuni, Babo, Inanwatan, Kokoda, Kokas, Fakfak, Kaimana, Teluk Arguni sampai Kayu Merah di Distrik Teluk Etna). Di kawasan Budaya Animha (Merauke), walaupun tidak banyak, namun terdapat juga komunitas Muslim Papua di Okaba dan Asmat. Demikian pula di Pegunungan Tengah, mereka berasal dan tinggal di Walessi, Hitigima, Air Garam dan di bebarapa perkampungan asli sekitar Lembah Baliem.

Dalam berbagai laporan para ahli dan seminar-seminar menunjukkan bahwa sebelum agama-agama besar lainnya datang ke Papua, Islam sudah lebih awal masuk ke Papua. Sebagaimana hal ini dilaporkan seorang Antropolog Papua Dr.J.R. Mansoben (1977):"Agama besar pertama yang masuk ke Irian Jaya (Papua) adalah Islam." Menurut Van der Leeder (1980,22), agama Islam masuk di kepulauan Raja Ampat atas pengaruh dari Kesultanan Tidore tidak lama sesudah agama tersebut masuk di Maluku pada Abad XIII.

Maka tidaklah mengherankan bila kedatangan Missionaris Kristen paertama justeru diantar oleh Muballigh Islam (Muhammad Arfan: Penduduk Asli Raja Ampat) utusan dari Kerajaan Tidore pada 5 Februari 1855 di sebuah Pulau Kecil Mansinam di perairan Manokwari. Dua Missionaris dari Jerman itu adalah C.W.Ottow dan G.J.Geisseir.

Di bagian lain Papua yakni di daerah Pegunungan Tengah Papua, Islam juga berkembang dan dianut oleh masyarakat pribumi. Pusat perkembangan Islam di daerah pegunungan ini berada di Kampung Walesi Kabupaten Jayawijaya yang kemudian menyebar ke 12 kampung lain disekitarnya. Pada tahun-tahun 1960-an akhir pasca istegrasi, penduduknya telah menganut Agama Islam. Kampung-kampung itu adalah Hitigima, Air Garam, Okilik, Apenas, Jagara, Ibele, Araboda,Megapura, Pasema, Mapenduma, Kurulu dan Pugima.

Kampung Walessi yang berasda di Distrik Wamena Kabupaten Jayawijaya ini dikenal sebagai "Perkampungan Muslim Tertinggi di Dunia" berada pada ketinggian 3000 di atas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 14 - 26 Derajat Celcius. Kampung Walesi menjadi pusat pengembangan dan dakwah Islam "Islamic Center" bagi daerah-daerah sekitarnya di Pegunungan Tengah Papua.

Tahun 1974 mencuat berita mengejutkan, yaitu masuk Islamnya "Kepala Suku Perang" Aipon Asso. Keislaman Aipon Asso diikuti oleh 600 orang warganya di Desa Walesi. H,Aipon yang waktu itu sudah berusia 70 tahun menjadi kepala suku yang sangat disegani di seluruh Lembah Baliem. Wilayah kekuasaannya membentang hampir 2/3 cekungan mangkuk Lembah Baliem.

Dia benar-benar sosok kepala suku Muajahid yang sangat diperhirungkan di kawasan ini. Bahkan ketia dia baru pulang dari menunaikan ibadah haji (1985), dengan mengenakan surban dan baju gamis panjang, secara demonstratif dia turun ke jalan dan melakukan pawai di pusat Kota Wamena sambil mengerahkan ratusan warganya yang masih mengenakan koteka dan bertelanjang dada.

Teringatlah kita pada kisah sahabat Nabi Muhammad yakni Umar bin Khattab ketika akan melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah yang tingkah lakunya tanpa sembunyi-sembunyi dan tanpa ada rasa takut.

Tahun 2007, AiponAsso sempat hadir di Jayapura untuk mengikuti Muktamar I Majelis Muslim Papua pada tanggal 10 - 13 April 2007. Setelah acara itu, beliau pulang ke Jayawijaya dan segera mengundang seluruh muslim Jayawijaya untuk membentuk Majelis Muslim Papua wilayah kabupaten Jayawijaya. Musyawarah Wilayah Majelis Muslim Papua memberikan amanah kepada H. Aipon Asso sebagai Ketua Dewan Ukhuwah Majelis Muslim Papua Wilayah Jayawijaya. Sebelum dilantik, dia terlebih dahulu dipanggil Sang Khalik untuk menghadap selama-lamanya.

Saturday, January 01, 2011

Sumbangan Besar Driyarkara bagi Indonesia

Prof. Dr. N. Driyarkara merupakan salah satu pemikir awal Indonesia yang mempunyai reputasi nasional. Selain sebagai dosen filsafat di berbagai tempat (termasuk di St. Louis, Amerika Serikat), beliau juga termasuk politisi (anggota MPRS wakil. GOLKAR, 1962-1967 dan anggota DPA tahun 1965-1967)

Sebagai filosof, ia telah berjasa bagi Indonesia. Jasanya tidak pertama-tama terletak dalam menyajikan konsep-konsep jadi untuk diterapkan - kecuali mungkin pemikirannya mengenai pendidikan dan Pancasila yang memang sangat khas - melainkan dalam merintis, menantang, dan menghidupkan pembicaraan yang serius dan mendalam untuk menghadapi persoalan-persoalan masyarakat dan bangsa.

Ia memang setia dan taat pada hakekat filsafat, yang harus memanusiakan manusia lewat berpikir jelas, kritis, dan dapat dipertanggungjawabkab.

Untuk Indonesia, ia membawa semboyan "sapere aude" untuk masyarakat Indonesia guna merintis zaman pencerahan Indonesia.

Bagi para peminat filsafat di Indonesia, mereka seyogiyanya menularkan teladan Prof. N.Driyarkara dalam membangun pencerahan lewat berpikir kritis, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Semoga

(Sumber: Karya Lengkap Driyarkara, Sudiarja, Dr.A, dkk., (penyunting), Gramedia: Jakarta 2006)
Powered by Telkomsel BlackBerry®