Search This Blog

Tuesday, January 18, 2011

ISLAM DI PAPUA

Oleh Dasman Djamaluddin

Ketika saya menjadi Sekretaris I HMI Cabang Jayapura (1977-1978) dan Ketua Umum LHMI-HMI Cabang Jayapura (1978-1979 dan 1979-1980) banyak memang pengalaman menarik di Bumi Cenderawasih itu, terutama dalam hal kerukunan beragama. Pada waktu itu saling menghormati sangat terasa meski Islam adalah minoritas.Di Papua kebanyakan warga Muslim berasal dari para pendatang, Makasar dan daerah-daerah sekitarnya di samping banyak pula warga asli yang memeluknya.

Menurut sumber yang saya terima dari Majelis Muslim Papua (MMP), sekarang ini penduduk pribumi (masyarakat asli) Papua yang memeluk Islam tersebar di kantong-kantong pemukiman "tradisional" sekitar kawasan Pesisir di bagian barat ke selatan (Raja Ampat, Teluk Bintuni, Babo, Inanwatan, Kokoda, Kokas, Fakfak, Kaimana, Teluk Arguni sampai Kayu Merah di Distrik Teluk Etna). Di kawasan Budaya Animha (Merauke), walaupun tidak banyak, namun terdapat juga komunitas Muslim Papua di Okaba dan Asmat. Demikian pula di Pegunungan Tengah, mereka berasal dan tinggal di Walessi, Hitigima, Air Garam dan di bebarapa perkampungan asli sekitar Lembah Baliem.

Dalam berbagai laporan para ahli dan seminar-seminar menunjukkan bahwa sebelum agama-agama besar lainnya datang ke Papua, Islam sudah lebih awal masuk ke Papua. Sebagaimana hal ini dilaporkan seorang Antropolog Papua Dr.J.R. Mansoben (1977):"Agama besar pertama yang masuk ke Irian Jaya (Papua) adalah Islam." Menurut Van der Leeder (1980,22), agama Islam masuk di kepulauan Raja Ampat atas pengaruh dari Kesultanan Tidore tidak lama sesudah agama tersebut masuk di Maluku pada Abad XIII.

Maka tidaklah mengherankan bila kedatangan Missionaris Kristen paertama justeru diantar oleh Muballigh Islam (Muhammad Arfan: Penduduk Asli Raja Ampat) utusan dari Kerajaan Tidore pada 5 Februari 1855 di sebuah Pulau Kecil Mansinam di perairan Manokwari. Dua Missionaris dari Jerman itu adalah C.W.Ottow dan G.J.Geisseir.

Di bagian lain Papua yakni di daerah Pegunungan Tengah Papua, Islam juga berkembang dan dianut oleh masyarakat pribumi. Pusat perkembangan Islam di daerah pegunungan ini berada di Kampung Walesi Kabupaten Jayawijaya yang kemudian menyebar ke 12 kampung lain disekitarnya. Pada tahun-tahun 1960-an akhir pasca istegrasi, penduduknya telah menganut Agama Islam. Kampung-kampung itu adalah Hitigima, Air Garam, Okilik, Apenas, Jagara, Ibele, Araboda,Megapura, Pasema, Mapenduma, Kurulu dan Pugima.

Kampung Walessi yang berasda di Distrik Wamena Kabupaten Jayawijaya ini dikenal sebagai "Perkampungan Muslim Tertinggi di Dunia" berada pada ketinggian 3000 di atas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 14 - 26 Derajat Celcius. Kampung Walesi menjadi pusat pengembangan dan dakwah Islam "Islamic Center" bagi daerah-daerah sekitarnya di Pegunungan Tengah Papua.

Tahun 1974 mencuat berita mengejutkan, yaitu masuk Islamnya "Kepala Suku Perang" Aipon Asso. Keislaman Aipon Asso diikuti oleh 600 orang warganya di Desa Walesi. H,Aipon yang waktu itu sudah berusia 70 tahun menjadi kepala suku yang sangat disegani di seluruh Lembah Baliem. Wilayah kekuasaannya membentang hampir 2/3 cekungan mangkuk Lembah Baliem.

Dia benar-benar sosok kepala suku Muajahid yang sangat diperhirungkan di kawasan ini. Bahkan ketia dia baru pulang dari menunaikan ibadah haji (1985), dengan mengenakan surban dan baju gamis panjang, secara demonstratif dia turun ke jalan dan melakukan pawai di pusat Kota Wamena sambil mengerahkan ratusan warganya yang masih mengenakan koteka dan bertelanjang dada.

Teringatlah kita pada kisah sahabat Nabi Muhammad yakni Umar bin Khattab ketika akan melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah yang tingkah lakunya tanpa sembunyi-sembunyi dan tanpa ada rasa takut.

Tahun 2007, AiponAsso sempat hadir di Jayapura untuk mengikuti Muktamar I Majelis Muslim Papua pada tanggal 10 - 13 April 2007. Setelah acara itu, beliau pulang ke Jayawijaya dan segera mengundang seluruh muslim Jayawijaya untuk membentuk Majelis Muslim Papua wilayah kabupaten Jayawijaya. Musyawarah Wilayah Majelis Muslim Papua memberikan amanah kepada H. Aipon Asso sebagai Ketua Dewan Ukhuwah Majelis Muslim Papua Wilayah Jayawijaya. Sebelum dilantik, dia terlebih dahulu dipanggil Sang Khalik untuk menghadap selama-lamanya.

Saturday, January 01, 2011

Sumbangan Besar Driyarkara bagi Indonesia

Prof. Dr. N. Driyarkara merupakan salah satu pemikir awal Indonesia yang mempunyai reputasi nasional. Selain sebagai dosen filsafat di berbagai tempat (termasuk di St. Louis, Amerika Serikat), beliau juga termasuk politisi (anggota MPRS wakil. GOLKAR, 1962-1967 dan anggota DPA tahun 1965-1967)

Sebagai filosof, ia telah berjasa bagi Indonesia. Jasanya tidak pertama-tama terletak dalam menyajikan konsep-konsep jadi untuk diterapkan - kecuali mungkin pemikirannya mengenai pendidikan dan Pancasila yang memang sangat khas - melainkan dalam merintis, menantang, dan menghidupkan pembicaraan yang serius dan mendalam untuk menghadapi persoalan-persoalan masyarakat dan bangsa.

Ia memang setia dan taat pada hakekat filsafat, yang harus memanusiakan manusia lewat berpikir jelas, kritis, dan dapat dipertanggungjawabkab.

Untuk Indonesia, ia membawa semboyan "sapere aude" untuk masyarakat Indonesia guna merintis zaman pencerahan Indonesia.

Bagi para peminat filsafat di Indonesia, mereka seyogiyanya menularkan teladan Prof. N.Driyarkara dalam membangun pencerahan lewat berpikir kritis, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Semoga

(Sumber: Karya Lengkap Driyarkara, Sudiarja, Dr.A, dkk., (penyunting), Gramedia: Jakarta 2006)
Powered by Telkomsel BlackBerry®